Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hati-Hati, Urun Biaya Malah Berpotensi Membuat JKN Kian Defisit

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 27 Januari 2019, 07:57 WIB
rmol news logo Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diingatkan agar tidak gegabah menerapkan urun biaya dalam pengelolaan dan pembayaran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Jika hal itu dilakukan maka sangat berpotensi menyebabkan defisit anggaran kian tinggi.

Demikian disampaikan koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.

"Urun biaya belum tentu bisa mengendalikan biaya. Justru, urun biaya malah bisa meningkatkan defisit JKN. Bila operasi pembedahan caesar dimasukkan dalam list urun biaya maka defisit JKN akan berpotensi meningkat," tutur Timboel Siregar di Jakarta.

Peserta JKN mengkhawatirkan urun biaya diberlakukan untuk semua jenis pelayanan kesehatan, yang selama ini di-cover oleh BPJS Kesehatan.

Timboel mengatakan, hingga saat ini Kemenkes belum juga menentukan jenis pelayanan kesehatan yang diurun biaya, sesuai amanat Pasal 4 ayat (1) Permenkes 51/2018.

Dalam Penjelasan Pasal 22 ayat 2 UU SJSN disebutkan, jenis pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang membuka peluang moral hazard (sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta), misalnya pemakaian obat-obat suplemen, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik.

Lebih lanjut, Timboel mengingatkan, dalam lima tahun pelaksanaan JKN, yakni 2014-2018, urun biaya tidak diperkenankan. Hal itu dikarenakan belum ada regulasi turunan dari Pasal 22 ayat 2 UU SJSJ yang mengaturnya.

"Bila ada keinginan peserta JKN untuk mendapatkan obat suplemen, tidak sesuai pemeriksaan diagnostik ataupun tidak sesuai kebutuhan medik, maka dipastikan peserta itu harus bayar sendiri, tidak dijamin program JKN," terangnya.

Nah, dengan lahirnya Perpres 82/2018, terutama pasal 80 dan 81, serta Permenkes No. 51/2018 maka urun biaya akan dilegalkan.

"Hingga saat ini memang jenis pelayanan kesehatan belum ditetapkan oleh Bu Menkes. Namun dari beberapa diskusi dan pemberitaan media, jenis pelayanan kesehatan yang dimungkinkan untuk diatur adalah operasi pemebedahan caesar bagi Ibu-Ibu," ujar Timboel.

Lebih lanjut, Buku Laporan Pengelolaan JKN setiap tahun menempatkan operasi pembedahan Caesar--dengan code CBG's O-6-10-I-pada posisi pertama dalam Tabel Sepuluh Kode CBG's terbanyak pada tingkat layanan RITL.

Timboel menyebut, data per 30 November 2018 hingga akhir November 2018, jumlah kasus operasi pembedahan caesar ini berjumlah 586.696 dengan total biaya Rp 3,22 triliun.

Bila membandingkan dengan data per 31 Oktober 2018--sebulan sebelumnya jumlah kasus sebanyak 524.370 dengan total biaya Rp 2,88 triliun. Ada kenaikan kasus operasi pembedahan caesar sebesar 62.326 dengan biaya yang meningkat Rp 340 miliar.

"Bila dirata-rata, maka biaya operasi pembedahan caesar adalah sebesar Rp 5,45 juta per sekali operasi," ujarnya.

Jumlah dan biaya operasi pembedahan caesar itu berbeda jauh dengan Persalinan Vaginal (persalinan biasa) yang jumlahnya sebanyak 273.998 dengan total biaya Rp 481,86 miliar. Itu berdasarakan data per 30 November 2018.

Merujuk tahun 2017, kasus operasi pembedahan caesar di akhir November 2017, sebanyak 504.270 kasus, dengan total biaya Rp 2,76 Triliun.

“Memang kode CBG's operasi pembedahan caesar selalu menempati urutan pertama dengan biaya yang besar," imbuhnya.

Dari data itu, lanjut Timboel, bila operasi pembedahan caesar dimasukkan dalam list jenis pelayanan kesehatan yang bisa urun biaya, maka akan ada potensi ibu-ibu yang secara medis bisa persalinan biasa, tetapi meminta dilakukan operasi pembedahan caesar.

"Sehingga, kasus operasi pembedahan caesar akan semakin meningkat, yang selaras dengan semakin besarnya biaya yang akan keluar dari BPJS Kesehatan," ujarnya.

Tapi, bila 524.370 ibu tersebut terindikasi medis memang harus operasi Caesar, maka mereka tidak harus urun biaya 10 persen.

"Ini artinya, tidak ada penghematan. Tapi saya agak ragu, apakah benar 524.370 Ibu semuanya terindikasi medis harus operasi caesar?" ujarnya lagi.

Bila dikalkulasi, biaya yang muncul dan biaya yang bisa dihemat, maka ada biaya tambahan dari BPJS sebesar Rp 386,2 miliar (Rp 671,98 miliar-Rp 285,78 miliar).

Tapi, Timboel melanjutkan, kalau seluruh ibu tersebut benar-benar terindikasi medis harus operasi Caesar, maka biaya tambahan dari BPJS yang akan keluar sebesar Rp 671,98 miliar.

"Bila seluruh ibu yang harusnya persalinan biasa minta dilakukan operasi caesar, maka biaya tambahan yang akan muncul bisa mencapai Rp 1,3 triliun,” ujarnya.

Dengan fakta itu, maka tentunya semangat kendali biaya yang diamanatkan Pasal 2 Permenkes Nomor 51 ini akan tidak terlaksana.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA