Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Diksi New Normal Dianulir, KSP: Itu Karena Bahasa Asing, Tidak Mudah Dipahami

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 11 Juli 2020, 13:55 WIB
Diksi New Normal Dianulir, KSP: Itu Karena Bahasa Asing, Tidak Mudah Dipahami
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Brian Sri Prihastuti/Rep
rmol news logo Diksi atau istilah new normal yang digunakan untuk penerapan kebijakan cara hidup baru di tengah pandemik virus corona (Covid-19) dianulir oleh pemerintah.

Namun, istilah new normal yang dinyatakan salah oleh Jurubicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menuai polemik di publik.

Persoalan ini akhirnya mesti diklarifikasi lagi oleh pihak Istana, melalui Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Brian Sri Prihastuti, yang mengatakan bahwa istilah new normal dianulir karena menggunakan bahasa asing.

"Pemahaman menggunakan 'new normal', karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami dan diterjemahkan sebagai adaptasi kebiasaan baru," ujar Brian dalam diskusi virtual Polemik bertajuk 'Covid-19 dan Ketidaknormalan Baru', Sabtu (11/7).

Sebagai penegasannya, Brian memaparkan kondisi riil di lapangan saat beberapa daerah mulai menerapakn new normal dengan tingkat kedisplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan, yang dianggapnya masih rendah.

"Orang tidak melihat kata 'new', ujug-ujug ke normal. Padahal, sebelum menuju new normal, ada periode prakondisi, ada tahapan yang harus dipersiapkan," bebernya.

Dari situ Brian menegaskan bahwa revisi istilah new normal menjadi adapatasi kebiasaan baru tetap tidak mengubah cara penerapan yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu melakukan tahapan prakondisi. Karena dia memandang, tahapan ini belum dilakukan secara baik oleh pemerintah daerah.

"Ini disertai tahapan yang harus dilakukan, mulai dari prakondisi kebiasaan baru, dengan sosialsasi yang masif, pelibatan tokoh masyarakat, timing yang tepat pada saat kapan kegiatan sosial ekonomi dilakukan, dan konsolidasi terkait dengan situasi di daerah masing-masing," tuturnya.

"Tampaknya prakondisi ini tidak dilakukan. Kemudian orang berpikir ini akan seperti pada saat seperti pandemi belum terjadi. Padahal, konidisinya tidak seperti itu. Kita harus menerima fakta bahwa virus ini masih ada di sekitar kita," demikian Brian Sri Prihastuti. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA