Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mematahkan Mitos Soal Katarak Lewat Operasi Fakoemulsifikasi, Minim Sayatan Nol Jahitan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 21 Agustus 2020, 02:19 WIB
Mematahkan Mitos Soal Katarak Lewat Operasi Fakoemulsifikasi, Minim Sayatan Nol Jahitan
Live Surgery yang dilakukan oleh dokter spesialis mata di SMEC/RMOL
rmol news logo Mata merupakan jendela kehidupan bagi manusia. Organ tubuh tersebut meski kecil, namun memegang peranan besar bagi aktivitas organ tubuh lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mata seharusnya sudah menjadi bagian dari kebutuhan.

Salah satu gangguan mata yang paling umum terjadi di Indonesia adalah katarak. Ini adalah kondisi di mana lensa mata mengalami kekeruhan.

CEO Sabang Merauke Eye Centre (SMEC) Group yang juga merupakan dokter spesialis mata, Dr Imsyah Satari, Sp.M(K) dalam Health Talk bertajuk "Karatak dan Tindakan Pengobatan Terupdate" yang dilakukan secara virtual awal pekan ini menjelaskan bahwa katarak tidak ubahnya seperti uban.

"Apa sih penyebab munculnya uban? Yang pasti karena usia. Tapi kemudian kenapa ada orang yang umurnya masih muda tapi sudah memiliki uban? Itu karena pola hidup," ujar Dr Imsyah.

"Begitu juga katarak. Jika umurnya panjang, bisa terjadi katarak. Tapi kenapa ada yang lebih cepat? Pola hidup. Apa saja yang membuat cepat terjadinya katarak? Di antaranya adalah paparan sinar infrared, sinar ultraviolet," jelasnya.

Sayangnya, di Indonesia sendiri masih ada anggapan atau mitos yang menyebut bahwa katarak harus dibiarkan hingga benar-benar mengganggu baru boleh diperasi.

Oftalogi umum Dr. Nuriadara Samira, Sp.M pada acara yang sama menjelaskan bahwa mitos semacam itu harus dipatahkan.

"Jadi memang mitos dulu menyebut bahwa katarak harus tunggu 'matang' (baru dioperasi). Banyak pasien yang bilang seperti itu. Padahal itu salah," jelasnya.

"Operasi katarak bahkan bisa dilakukan walaupun masih belum parah atau mata masih bisa melihat dengan jelas, namun sudah ada keluhan seperti silau atau mata agak buram sedikit," sambungnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dr Imsyah.

"Kalau katarak dibilang penyakit, sepenuhnya tidak pas. Katarak terjadi jika umur bertambah. Kapan karus dioperasi? Tergantung individunya," paparnya.

"Tapi mau kasus katarak sudah tebal atau tidak, bagi dokter mata sama saja harus dikerjakan," sambung Dr Imsyah.

Pada masyarakat Indonesia sendiri, anggapan soal operasi katarak seringkali menyeramkan. Tidak sedikit orang yang takut untuk berada di meja operasi untuk mengatasi masalah katarak yang dihadapi.

Padahal, saat ini sudah ada metode canggih yang membuat operasi katarak tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Dr Imsyah menjelaskan bahwa SMEC memiliki prosedur tindakan katarak paling mutakhir yang ada di dunia, yakni Fakoemulsifikasi.

Dalam pengobatan dengan fakoemulsifikasi, lensa mata yang keruh diganti dengan lensa buatan yang ditanam di mata. Dokter spesialis mata melakukan prosedur ini dengan menggunakan peralatan operasi berteknologi tinggi dengan teknik fakoemulsifikasi.  

Pada kesempatan yang sama, Dr Imsyah melakukan live surgery dan menunjukkan bagaimana operasi katarak dengan metode ini dilakukan dengan sangat cepat dan tepat.

Pasien pertama-tama diberikan obat anti nyeri sehingga tidak akan merasakan sakit ketika dioperasi. Kemudian dokter spesialis mata akan membuka akses menuju lensa mata dengan meggunakan sayatan kecil.

"Jadi ibarat pintu, lensa ada di belakang pitu. Lensa (yang sudah keruh akibat katarak) ini yang akan diambil," jelas Dr Nuriadara ketika Dr Imsyah melakukan live surgery itu.

"Ini teknik operasi katarak yang paling baru, kalau jaman dulu operasi katarak itu mesti dibuka, digunting dulu bagian korneanya, kalau sekarang tidak perlu. Hanya dengan alat kecil ini selebar 2,75 mili meter," paparnya.

Lensa mata yang sudah keruh akibat katarak itu kemudian dihancurkan dan disedot dengan alat tersebut dan diganti dengan lensa baru yang jernih agar pasien bisa melihat kembali dengan normal.

Setelah itu "pintu" kembali direkatkan dan ditutp agar lensa terlindungi. Namun prosedur ini tidak membutuhkan jahitan sama sekali.

"Belum sampai lima menit, operasi selesai dilakukan. Tidak ada darah sama sekali dan tidak ada jahitan, karena tidak ada yang digunting," jelas Dr Nuriadara.

"Pasien pasca operasi katarak bisa langsung melihat. Tidak ada jahitan, minim pendarahan, angka keberhasilan 99 persen," tambahnya.

Lantas berapa biaya yang diperlukan untuk melakukan operasi tersebut?

"Harga untuk opetasi katarak tersebut bervariasi. Apa yang membedakan? Yang pasti adalah tipe lensa," jelasnya.

Harga yang ditawarkan SMEC berkisar antara Rp 9,5 juta hingga puluhan juta rupiah.

Layanan ini bisa diperoleh di semua cabang SMEC di Indonesia.

Di masa pandemik Covid-19 saat ini, SMEC juga menyediakan layanan virtual care untuk memberikan konsultasi kesehatan mata secara online yang dapat diakses di www.rsmatasmec.com. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA