Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tinggal Menunggu Perpres Terbit Minggu Ini, BKKBN Siap Turunkan Angka Stunting Mulai Dari Hulunya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 02 Februari 2021, 22:43 WIB
Tinggal Menunggu Perpres Terbit Minggu Ini, BKKBN Siap Turunkan Angka Stunting Mulai Dari Hulunya
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Hasto Wardoyo/Net
rmol news logo Tugas baru Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menurunkan angka stunting (kekerdilan pada anak) di Indonesia sudah siap dilaksanakan.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, pihaknya telah merampungkan Rencana Aksi Nasional (RAN) yang disusun dalam bentuk Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) yang direncanakan akan terbit pada waktu dekat.

"Jadi kita meremuskan dalam RPerpres. Minggu-minggu ini mudah-mudahan bisa segera keluar peraturan presiden yang kami rumuskan untuk disahkan oleh Bapak Presiden, baru setelah itu kita berlari," ujar Hasto saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (2/2).

Hasto memberitahukan strategi besarnya untuk memenuhi target Presiden Joko Widodo yang ingin angka stunting turun dari tahun 2019 sebesar 27,6 persen menjadi 14 persen di tahun 2024.

Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) ini pun mengakui bahwa target yang diminta Presiden itu tidak mudah. Oleh karenanya, ia menghitung secara cermat data kependudukan yang ada sekarang ini dengan potensi kelahiran anak per tahunnya.

Di mana, dia mendapatkan formula kalkulasi angka pernikahan disandingkan dengan angka kelahiran anak di tiap tahunnya. Sehingga diketahui strategi apa yang harus dilakukan BKKBN untuk menurunkan angka stunting di Tanah Air.

"Setahun ada dua juta yang nikah di Indonesia ini. Dari dua juta itu kira-kira 1,6 juta itu melahirkan di tahun pertama. Kemudian dari 1,6 juta itu kira-kira sekitar 450 ribuan itu stunting. Nah itu berarti apa? BKKBN harus menghadang di hulu," ungkapnya.

Selain angka tersebut, BKKBN kata Hasto juga mengkalkulasi angka ibu hamil setiap tahunnya, yang sudah barang tentu lebih tinggi dari angka pernikahan dan kelahiran anak di masa setahun pasca pernikahan.

Dokter Kebidanan dan Kandungan ini menyebutkan, rata-rata ada lima juta ibu hamil di Indonesia dalam kurun waktu setahun. Dari angka tersebut, BKKBN juga mengkalkulasi jumlah bidan yang ada.

Dengan mengetahui jumlah bidan di Tanah Air, Hasto menerangkan, BKKBN bisa melakukan strategi penurunan stunting dari hulunya, yaitu memastikan ibu hamil sehat dan mendapat perawatan yang baik, dan si jabang bayi juga memiliki kondisi serupa.

"Satu tahun ada lima juta ibu hamil di Indonesia. Dan lima juta itu menurut saya harus di kawal oleh bidan. Jadi kita kan ada bidan lebih dari 250 ribu, kalau kita bagi (tugas pendampingan) ke ibu hamil saya kira ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas (anak)," jelasnya.

Kebanyakan, BKKBN menemukan penyebab stunting dikarenakan kondisi ibunya yang belum siap untuk hamil dan memiliki beberapa masalah klinis serta fisik.

"Misalkan ibunya sendiri pendek, ibunya anemia, ibunya kurang gizi atau ibunya kurus, seperti itu. Tapi yang paling banyak ibunya anemia," bebernya.

Secara budaya dan psikologis, masyarakat Indonesia juga memiliki perbedaan dengan beberapa negara tetangga mengenai tujuan menikah. Faktor ini, menurut Hasto, sangat mempengaruhi kualitas kelahiran anak.

"Kalau di Singapur dan Jepang orang nikah itu belum tentu ingin punya anak. Tapi ingin mendapatkan keamanan atau perlindungan bagi yang perempuannya. Kalau di Indonesia kan 100 persen orang nikah itu untuk punya anak. Sehingga akhirnya betul-betul hamil di tahun pertama," tutur Hasto.

"Nah, inilah makanya BKKBN salah satu rencana aksi nasionalnya ingin memberikan suatu intervensi pada saat mau nikah bahwa perempuan itu harus sehat. Ini menjadi syarat untuk hamil," sambungnya.

Oleh karena itu, strategi hulu dengan cara pendampingan oleh bidan akan dilakukan BKKBN. Ditambah lagi, dengan mengerahkan para kader KB dan PKK di tingkat desa atau kelurahan diseluruh wilayah di Indonesia.

Disamping itu, Hasto juga memastikan faktor pendukung lain yang bisa mendorong upaya pendampingan berjalan lancar. Yaitu, dengan memastikan kesehatan anak setalah dilahirkan bisa terjaga.

"Pada saat melahirkan diharapkan bayinya bisa mendapatkan pengawalan sampai seribu hari kehidupan pertama, atau kurang dari dua tahun lah," katanya.

Untuk mendukung keduanya, BKKBN kata Hasto akan memaksimalkan penggunaan anggaran program penurunan angka stunting ini untuk memberikan kecukupan gizi kepada ibu hamil dan anak yang baru lahir selama seribu hari pertama.

Lebih lanjut, Hasto memastikan satu strategi pendukung penurunan angka stunting. Yaitu, BKKBN akan membuat satu aplikasi yang menjadi big data ibu hamil dan kelahiran anak.

Hasto menerangkan, aplikasi tersebut nantinya akan digunakan bidan dan petugas pendamping ibu hamil dan anak yang baru lahir untuk kunjungan pemeriksaan dan pencatatan kondisi kesehatan.

"Inilah tahapan yang harus dikawal, yang BKKBN tengah persiapkan utuk mengawal semuanya. Karena kita ingin sekali dari misal 25 juta balita yang sekarang ada, kalau sekarang stuntingnya masih sekitar 7,2 juta maka di tahun 2024 bisa menjadi hanya sekitar 3,4 juta," demikian Hasto Wardoyo. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA