Hal tersebut terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Universitas Witwatersrand dan Universitas Oxford yang dikutip
Financial Times pada Jumat (5/2). Pihak AstraZeneca pada Sabtu (6/2) juga menyatakan hal serupa.
"Dalam uji coba fase 1/2 kecil ini, data awal telah menunjukkan kemanjuran terbatas terhadap penyakit ringan terutama karena varian B.1.351 Afrika Selatan," ujar jurubicara AstraZeneca, seperti dikutip
AP.
Meski begitu, dari 2.026 peserta yang ikut dalam uji coba tidak ada yang dirawat di rumah sakit atau meninggal.
Dari beberapa varian yang muncul, yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah mereka yang diidentifikasi di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil karena memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi.
"Namun, kami belum dapat memastikan dengan tepat efeknya terhadap penyakit parah dan rawat inap mengingat sebagian besar subjeknya adalah orang dewasa muda yang sehat," lanjut jurubicara tersebut.
Perusahaan mengatakan yakin vaksinnya dapat melindungi dari penyakit parah, mengingat aktivitas antibodi penetral setara dengan vaksin Covid-19 lain yang telah menunjukkan perlindungan terhadap penyakit parah.
"Universitas Oxford dan AstraZeneca telah mulai mengadaptasi vaksin terhadap varian ini dan akan berkembang pesat melalui pengembangan klinis sehingga siap untuk pengiriman musim gugur jika diperlukan," lanjut jurubicara.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.