Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pelajaran Dari AstraZeneca, MUI Perlu Dilibatkan Sejak Awal Pengadaan Vaksin

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Jumat, 26 Maret 2021, 18:38 WIB
Pelajaran Dari AstraZeneca, MUI Perlu Dilibatkan Sejak Awal Pengadaan Vaksin
Vaksin Covid-19 AstraZeneca/Net
rmol news logo Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, Indonesia memiliki preferensi tersendiri dalam memilih vaksin, di mana selain keamanan dan efektifitas, kehalalan juga menjadi prioritas.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Untuk itu, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu dilibatkan dalam proses pengadaan vaksin di tengah pandemi.

Itu dilakukan agar pemerintah tidak lantas melakukan pengadaan yang sia-sia. Seperti ketika pemerintah melakukan pengadaan vaksin meningitis Mancevax, MUI pada 2009 mengeluarkan fatwa haram. Alhasil, vaksin senilai Rp 21 miliar itu dihibahkan ke Kenya.

Hal yang hampir serupa terjadi pada vaksin Covid-19 AstraZeneca. Komisi Fatwa MUI telah menyatakan vaksin tersebut haram, namun mengingat situasi darurat, maka penggunaannya diizinkan.

Fatwa haram MUI sendiri diberikan karena Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI menemukan adanya penggunaan bahan babi dan turunannya dalam proses pengembangan. Meski bahan tersebut tidak ditemukan dalam produk akhir.

Dicky menuturkan penggunaan gelatin babi dalam proses riset vaksin memang tidak bisa dibantah karena untuk dasar keamanan. Walaupun vaksin Sinovac menggunakan protein recombinant.

Di tengah pandemi sendiri, mengubah penggunaan gelatin dari babi sulit dilakukan karena membutuhkan riset yang lama.  

"Ini penting sekali sejak awal untuk Indonesia dan negara Muslim lain, aspek halal no. 1, kemudian aman dan efektif. Jangan sampai deal lalu tidak jadi," ujar Dicky dalam diskusi virtual Bincang Sehat bertajuk "Kupas Tuntas Vaksin AstraZeneca" pada Jumat (26/3).

"Tentu dengan keterbatasan ini, dan masalah waktu, sedari awal (perlu) melibatkan MUI. Jangan sampai kasus AstraZeneca (terulang) lagi. Bagaimana pun masyarakat kita akan melihat dan mendengar statement pertama dari MUI," jelasnya.

"Ini ada hikmahnya supaya lembaga yang otorisasi sudah bisa bersinergi dari hulu sebelum didistribusikan kepada publik," imbuhnya.

Standar Halal Indonesia Paling Tinggi

Terkait banyaknya negara Muslim yang memberikan fatwa halal untuk AstraZeneca, Dicky menjelaskan, jika dibandingken dengan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Indonesia memiliki standarisasi halal yang paling tinggi. Di mana Indonesia bukan hanya meninjau produk akhir, namun juga dari awal proses pengembangan.

"Itu bedanya dengan negara OKI lain. Kita itu dari hulu sampai hilir," kata Dicky yang juga sempat terlibat dalam kajian kehalalan vaksin dan obat di OKI.

Ia mengatakan, pihaknya pernah mencoba untuk mengintegrasikan sertifikasi halal di OKI, namun hingga saat ini belum menunjukkan titik terang.

Sejauh ini, vaksin Covid-19 AstraZeneca telah dinyatakan halal oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Inggris. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA